24 April 2008

Musik Tradisional di Papua

Pengantar

Anda yang berbakat musikal bisa menciptakan lagu berdasarkan tangganada tradisional di Papua. Kalau tidak lagi ingat, Anda bisa pelajari kembali hasil penelitian ilmiah tentang musik tradisional khas di Papua. Kemudian, Anda menciptakan lagu yang khas Papua. Akan lebih afdol kalau iringan musiknya pun Anda buat sekhas mungkin – ini malah dicari musikus luar negeri. Untuk memahami musik tradisional itu, Dr. J. Kunst dan pakar-pakar lain bisa membantu Anda. Kunst sudah meneliti musik tradisional di Papua menjelang akhir 1920-an dan awal 1930-an. Dia juga memanfaatkan hasil penelitian pakar-pakar lain tentang musik tradisional di Nieuw Guinea dan di luarnya tapi yang relevan dengan penelitiannya.

Dr. J. Kunst terkenal dalam bidang etnomusikologi karena hasil penelitian monumentalnya tentang musik tradisional di Hindia Belanda. Sudah terbit versi bahasa Inggris dari penelitiannya tentang musik tradisional, di antaranya dari Jawa, Sunda, dan Papua. Dia bahkan dipandang salah seorang pelopor cabang ilmu musik yang sekarang disebut “etnomusikologi”.

Penelitian ahli etnomusikologi asal Belanda ini di Nieuw Guinea - nama zaman Belanda untuk Irian Jaya atau Papua kemudian hari - dia lakukan pertama kali pada tahun 1926. Pak J. Kunst ikut serta dalam Ekspedisi Nieuw Guinea Amerika-Belanda yang dipimpin C.C.F.M. Le Roux, seorang ahli etnografi dan topografi, yang mengajak Kunst ikut. Melalui jasa pemimpin ekspedisi ini, Kunst diperlengkapi dengan 14 fonogram – sejenis alat untuk merekam suara dan lagu – untuk merekam nyanyian dan musik suling suku Takutameso atau Kauwerawet di Papua. (Rekaman dilakukan Le Roux.) Karena terhalang untuk merekam musik suku Awembiak dan Dem, dua suku katai di Pegunungan van Rees di pedalaman sekitar Sungai Mamberamo, Le Roux dan asistennya, Muhammad Saleh, yang hafal lagu-lagu kedua suku tadi bisa merekamnya untuk Kunst. Le Roux menyanyikannya dan secara terpisah Saleh memainkannya pada sebuah biola.

Pada bulan Mei 1929, Kunst berkesempatan bertemu langsung dengan musik Papua. Pada bulan ini, Perhimpunan Batavia untuk Kesenian dan Sains merayakan ulang tahunnya yang ke-150. Perayaan ini berbarengan dengan penyelenggaraan Kongres Sains Pasifik Keempat di Batavia – sekarang bernama Jakarta – tempat suatu pameran etnografik diadakan. Pada pameran ini, kelompok-kelompok masyarakat dari seluruh Nusantara tampil, termasuk orang-orang Papua. Mereka berasal dari beberapa suku di utara Nieuw Guinea, yaitu, dari pesisir Waropen, pulau Yapen, dan beberapa kampung di Teluk Humboldt (di Jayapura masa kini). J. Kunst berkesempatan merekam beberapa lagu dari suku-suku pesisir di utara Nieuw Guinea ini.

Kunst lalu mengadakan suatu kunjungan resmi – tidak berhubungan dengan musik – ke Nieuw Guinea tahun 1932. Dia berkesempatan merekam beberapa nyanyian Papua dari penduduk Waigeo dan Sorong. Sekitar tahun ini, dia mendapat suatu koleksi nyanyian suku Marind, Ye, dan Kanun-anim yang direkam di sekitar Merauke oleh Pater (Romo) Verschueren, seorang misionaris Katolik asal Belanda. Dia juga mendapat suatu koleksi 24 nyanyian Marind-anim yang dicatat Bapak Soukotta, seorang perwira polisi asal Ambon.

Terakhir, dia mengikuti suatu ekspedisi ke Nieuw Guinea pada tahun 1939. Ekspedisi ini diatur oleh Perhimpunan Geografi Kerajaan Belanda yang dipimpin lagi oleh Le Roux. Dalam ekspedisi ini, Kunst berkesempatan merekam musik suku-suku pegunungan di Pegunungan Tengah dan nyanyian-nyanyian penduduk pesisir di Utah, pesisir baratdaya Nieuw Guinea.

Sesudah Kunst wafat, hasil penelitiannya tentang musik tradisional Papua selama jangka waktu yang berbeda tadi diterbitkan dalam suatu himpunan tiga penelitian oleh isterinya. Bahan-bahan untuk penelitian pertama Kunst tahun 1926 dikerjakan kembali oleh Kunst pada tahun 1927, kemudian diterbitkan untuk pertama kali oleh Panitia Riset Ilmiah Hindia Belanda pada tahun 1931. Penelitiannya yang ketiga diterbitkan Lembaga Tropis Kerajaan Belanda tahun 1950.

Mula-mula, ketiga hasil penelitian J. Kunst diterbitkan dalam bahasa Belanda. Kemudian, versi bahasa Inggris dan perbaikan naskah aslinya diterbitkan Lembaga Kerajaan Belanda untuk Linguistik, Geografi, dan Etnologi pada tahun 1967. Judulnya, Music in New Guinea, terbitan Martinus Nijhoff di ‘s-Gravenhage (Den Haag).

Mengapa musik etnik di Nieuw Guinea diteliti? Ada beberapa pertimbangan.

Pada zaman Kunst, para peneliti masyarakat primitif belum tahu banyak tentang musik tradisional masyarakat. Mereka belum punya suatu gambaran umum tentang apa musik tradisional suku-suku terasing. Mereka, karena itu, membutuhkan suatu pemahaman sistematik tentang musik seluruh bangsa di dunia melalui fonografi. Pada zaman itu, musik tradisional Afrika yang sedikit sekali diteliti dan dipahami tengah terancam oleh musik modern dari kebudayaan Barat. Kalau musik tradisional itu tidak cepat diteliti dan direkam melalui fonogram, para ahli musik kuatir mereka terlambat untuk memahami apa sesungguhnya musik Afrika itu. Kekuatiran yang sama berlaku juga untuk musik dari Hindia Belanda, termasuk dari Nieuw Guinea.

Tentang penduduk di Nieuw Guinea, Kunst menyatakan bahwa para ahli etnografi tampaknya mencapai suatu kesepakatan. Mereka mengatakan penduduk Nieuw Guinea adalah suatu campuran berbagai ras dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda. Karena itu, mereka memperkirakan akan menemukan lapisan-lapisan budaya yang berbeda-beda yang tumpang-tindih.

Apakah perkiraan ini benar? Riset tentang musik di Papua pada zaman Kunst sangat terbatas. Tapi sejauh hasil penelitian yang dia tahu, dia mengatakan musik tradisional di Nieuw Guinea tampaknya mendukung dugaan bahwa penduduk Papua beraneka ragam. (Sekarang diketahui bahwa dugaan ini memang benar.) Berdasarkan penelitian musik tentang suku-suku Papua yang tinggal di Pegunungan Tengah, Kunst menyimpulkan bahwa ada dua kelompok musik yang cirinya berbeda: musik suku Kauwerawet dan musik suku-suku katai. Secara umum boleh dikatakan bahwa lagu-lagu kedua kelompok tadi membuktikan bahwa lebih dari satu gelombang peradaban sudah melanda perkembangan budaya orang Papua.

Kunst melakukan studi perbandingan dalam bidang musik etnik untuk memahami ciri-ciri musik jenis ini. Khusus tentang musik etnik tradisional di Papua, dia melakukan berbagai perbandingan - mencari persamaan dan memisahkan perbedaan - antara musik tradisional suatu atau beberapa suku Papua yang saling terkait menurut sejarah keturunan atau musiknya dengan musik tradisional suku-suku atau bangsa lain. Data perbandingan tidak berasal dari dirinya saja tapi juga dari ahli-ahli lain, kebanyakan bukan ahli musik etnik melainkan ahli di bidang lain, seperti etnologi (sekarang disebut antropologi-budaya), topografi, dan pemerintahan. Dari pendekatan macam ini, dia mengemukakan berbagai ciri umum dan ciri khas musik tradisional di Papua.

Hasil penelitian Kunst, pakar-pakar lain, dan komentar tentang hasil penelitian mereka diberikan dalam tulisan-tulisan mendatang. Contoh-contoh tertentu - asli dan yang sudah diolah kembali menjadi musik modern - diberikan.

Apa relevansi penelitian Kunst dan ahli-ahli lain bagi musik Papua masa kini dan nanti? Mereka jelas mewariskan kepada musikus Papua dan non-Papua berbagai kemungkinan untuk mengembangkan musik modern khas Papua dan, karena itu, khas Indonesia. Musik ini bisa diciptakan untuk musik pop - sekuler dan religius - dan untuk musik corak lain. Ciptaan khas seperti ini memperkuat identitas budaya Papua dan, karena itu, identitas budaya Indonesia.

Rangkaian tulisan selanjutnya akan merumuskan ciri-ciri tadi untuk para musikus Papua dan non-Papua yang berminat. Kalau mereka berhasil mengembangkan musik modern khas Papua yang menjadi trend setter, mereka berpeluang menciptakan suatu idiom musik modern khas Indonesia yang baru, musik yang populer secara nasional dan siapa tahu secara internasional.

(Ddeba, 25 April 2008)

Read More....

15 April 2008

Perkenalan

Halo,

Saya baru saja membuat blog tentang musiketnikindo. Akan dituntaskan secepat-cepatnya. Terima kasih.

Read More....