21 Mei 2008

5. Suling Tradisional di Nieuw Guinea

ARTIKEL KITA DI SINI SECARA READMORE
Suling buluh sembilan lubang yang dipakai dalam suatu orkes suling – terutama, sepanjang pesisir utara, timurlaut, dan baratdaya Nieuw Guinea – bukanlah suling khas Papua. Ia barangkali diperkenalkan orang-orang Kristen Maluku kepada orang Kristen Papua di masa lampau.

Salah satu ujung suling ini diberi penutup sementara ujungnya yang lain terbuka. Dekat ujungnya yang tertutup, orang membor sebuah lubang bundar tempat bibir meniup not-not lagu sementara delapan lubang bundar lain dibor pada bagian lain – kira-kira di tengah buluh itu menuju ujung lainnya yang terbuka – untuk ke delapan jari peniup suling. Urutan satu oktaf dari tangganada diatonik mayor – do, re, mi,fa,sol, la, si, do tanpa setengahnada lain seperti ri, fis, sel, dan sa – bisa dihasilkan oleh jari-jari yang membuka dan menutup lubang-lubang tertentu.

Suatu orkes suling terdiri dari satu suling solo dari buluh ukuran kecil dan bersuara tinggi dan menembus (piercing), mirip pikolo. Suling ini memainkan melodi utama dan menjadi suling penuntun lagu-lagu yang dimainkan. Suling buluh lain yang berukuran sedang membentuk sopran, alto, dan tenor. Suling buluh berukuran besar membentuk bas. Tambur dan dan drum bas – lengkap dengan stiknya, biasanya semua dibuat sendiri – membentuk bagian perkusi dari suatu orkes suling lengkap, dimainkan oleh paling kurang 7 orang.

ARTIKEL KITA DI SINI SECARA LENGKAP
Suling buluh sembilan lubang yang dipakai dalam suatu orkes suling – terutama, sepanjang pesisir utara, timurlaut, dan baratdaya Nieuw Guinea – bukanlah suling khas Papua. Ia barangkali diperkenalkan orang-orang Kristen Maluku kepada orang Kristen Papua sekitar awal abad ke-20.

Salah satu ujung suling ini diberi penutup sementara ujungnya yang lain terbuka. Dekat ujungnya yang tertutup, orang membor sebuah lubang bundar tempat bibir meniup not-not lagu sementara delapan lubang bundar lain dibor pada bagian lain – kira-kira di tengah buluh itu menuju ujung lainnya yang terbuka – untuk ke delapan jari peniup suling. Urutan satu oktaf dari tangganada diatonik mayor – do, re, mi,fa,sol, la, si, do tanpa setengahnada lain seperti ri, fis, sel, dan sa – bisa dihasilkan oleh jari-jari yang membuka dan menutup lubang-lubang tertentu.

Suatu orkes suling terdiri dari satu suling solo dari buluh ukuran kecil dan bersuara tinggi dan menembus (piercing), mirip pikolo. Suling ini memainkan melodi utama dan menjadi suling penuntun lagu-lagu yang dimainkan. Suling buluh lain yang berukuran sedang membentuk sopran, alto, dan tenor. Suling buluh berukuran besar membentuk bas. Tambur dan dan drum bas – lengkap dengan stiknya, biasanya semua dibuat sendiri – membentuk bagian perkusi dari suatu orkes suling lengkap, dimainkan oleh paling kurang 7 orang.

Tidak ada dalam sejarah suling tradisional Papua bentuk suling lubang sembilan macam ini. Jelas, suling ini dari budaya luar Papua.

Suling Tradisiolnal dan Nada Harmonik

Kalau begitu, seperti apa suling tradisional di Nieuw Guinea? Ada banyak macam suling yang dikenal di kawasan ini.

Tapi ada dua jenis yang lazim dipakai di pantai utara. Pertama, suling pemberi isyarat berukuran kecil yang dipakai di Witriwai dan Teluk Humboldt. Kedua, suling yang dipakai suku Saberi di timur Sungai Apauwar. Salah satu ujungnya terbuka dan sebagian ujung lainnya ditutup oleh buku yang dilubangi. Kedua jenis suling terakhir khas daerah itu.

Salah satu segi musikal yang ikut dicari pada pada alat musik tiup tradisional ini adalah apakah ia bisa menghasilkan nada-nada harmonik atau tidak. Secara sederhana, nada-nada harmonik adalah sejumlah nada yang menyertai bunyi nada utama. Nada-nada harmonik tidak sekuat nada utama, bahkan sering tidak terdengar.

Kalau do jadi nada utama, apa nada-nada harmoniknya? Bisa do satu oktaf di bawahnya, si titik satu di bawahnya, mi, sol, dan sa. Nada-nada harmonik ini menyertai nada utama – do – ketika do dimainkan melalui suling. Kalau Anda mendengarkan seseorang meniup not do yang panjang di suling buluh sambil mencoba mendengarkan juga nada-nada harmoniknya, Anda bisa saja mendengarkan bunyi ikutan pada not do sebagai nada utama. Bunyi ikutan ini bisa saja not do satu oktaf di bawahnya ditambah not mi dan sol. Tapi not-not ikutan lain seperti si titik satu di bawah, sa, lalu fa dan la, masing-masing bertitik satu di atasnya bisa saja tidak Anda dengarkan karena bunyinya terlalu halus.

Anda bisa melakukan suatu percobaan sederhana untuk membunyikan nada-nada harmonik. Cobalah bunyikan not do pada instrumen musikal yang menghasilkan nada yang ditahan lama seperti organ sembari memperkuat nada-nada harmonik – seperti do satu titik di bawah, si satu titik di bawahnya, mi, dan sol – secara melodik dengan dehamanmu. Lama-kelamaan Anda akan mendengarkan semacam suara duetmu bersama nada utama. Percobaan sederhana ini hanya untuk memperjelas nada-nada harmonik.

Tidak selaras

Kunst yang memperhatikan juga nada-nada harmonik yang dihasilkan musik suling tradisional membedakan dua ciri nada-nada ini: selaras atau tidak selaras. Maka, sebuah suling tradisional yang menghasilkan nada utama bisa menghasilkan nada-nada harmonik yang entah selaras entah tidak selaras.

Kedua jenis suling pertama yang sudah disebut dirinci G.A.J. van der Sande. Salah satu suling itu punya berbagai ukuran. Ia tipis, panjang, dan ditiup dari bagian atasnya; bagian bawahnya ditutup oleh buku. Cara pembuatannya ikut memengaruhi kualitas nada-nada harmoniknya. Nada utama yang dihasilkannya disertai nada-nada harmonik yang tidak selaras.

Selaras

Jenis suling yang lain punya bermacam-macam bentuk. Dibanding jenis pertama, ia lebih lebar dan lebih pendek. Di samping itu, ia punya lubang yang bundar, lonjong atau bersegi di tengah. Umumnya, lubang itu lebih dekat ujungnya yang tertutup daripada dekat ujungnya yang terbuka. Cara pembuatan suling ini bisa menghasilkan nada-nada harmonik yang selaras, tapi diameter yang besar dari buluh itu tampaknya menghalangi bunyi lebih dari satu nada tunggal.

Suling-suling yang dijelaskan tadi pendek dan tebal. Instrumen tiup ini lebih mudah dimainkan daripada suling-suling yang tipis dan panjang.

Suling-Suling Keramat

Suling-suling yang tipis dan panjang disebut “suling-suling keramat” karena ditiup hanya pada upacara-upacara keramat. Wanita dilarang melihat atau menonton suling-suling keramat ini atau mendengarkan peniupannya.

Begitu sulitnya memainkan suling-suling tadi sehingga tidak satupun orang Eropa, bahkan Dr. Kunst sekalipun, mampu meniupnya! Upaya Kunst bahkan berakhir dengan kegagalan yang – seperti katanya sendiri – memalukan.

Hanya lelaki Papua yang berbadan kekar, berdada bidang, dan matang sajalah yang mampu meniupnya. Karena membutuhkan energi sangat besar untuk meniupnya, mereka yang mampu membunyikan suling-suling keramat ini hanya bertahan dalam waktu singkat, cepat cape, dan bermandikan keringat. Van der Sande yang menyaksikan langsung permainan suling keramat berkomentar: “Jarang saya melihat seorang Papua berusaha lebih keras daripada menghasilkan musik kramat ini.”

Nada-nada musik suling buluh itu sudah diukur dengan sangat hati-hati dan cermat. Nada-nada harmonik manakah yang dibunyikan? Upaya untuk menetapkannya ternyata gagal, sebagian karena tingginada suling itu tidak berdasarkan teori tentang nada-nada harmonik dalam musik Barat.

Untuk suling keramat jenis pertama, yaitu yang berbuku, van der Sande menetapkan #C (do=di) sebagai nada dasarnya. Tapi dia menetapkan not A (la), C (do) dan E (mi) sebagai nada-nada harmoniknya; nada-nada ini tidak selaras.

Akord 9

Meskipun demikian, suatu bagian rekaman melodi yang dimainkan suling-suling itu menghasilkan empat nada yang bisa diapresiasi telinga musikal orang Eropa. Keempat nada itu terdengar manis dan lembut, mirip bunyi organ. Bukan itu saja. Keempat nada itu malah membentuk suatu akord sejati, akord ke-9 yang dibentuk oleh hanya empat nada. Ini kedengaran lazim bagi orang Barat dan sangat menyenangkan bagi mereka.

Dalam tangganada C mayor, akord ke-9 untuk C dibentuk oleh not do sebagai not paling rendah. Dengan naik secara bertangga dari not do, Anda menemukan re titik satu di atasnya sebagai not ke-9: do-re-mi-fa-sol-la-si-do-re. Sesuai aturan harmoni baku, C9 disusun dari rangkaian not do-mi-sol-sa-re, dengan re sebagai not paling tinggi.

Suling-suling keramat yang menghasilkan empat nada musikal itu memperdengarkan voicing suatu akord ke-9. Kalau ini suatu akord C9, ada sekurang-kurangnya dua macam voicing. Pertama, seleksi urutan nada do-mi-sol-sa; atau, kedua, seleksi urutan nada mi-sol-sa-re.

Apakah akord ke-9 empat nada itu sama dengan salah satu urutan tadi? Ternyata, Kunst mencatatnya – lihar “Notasi asli akord 9” – demikian:


Suatu padanan yang praktis untuk dinyanyikan bisa Anda lihat pada “Transposisi”.

Urutan not dalam tangganada diatonik C mayor ini ternyata adalah empat dari lima urutan nada akord F9#11 yang nada B atau si-nya tidak dipakai. Dari not paling rendah ke yang paling tinggi urutan lengkap akord 9 ini demikian:

1 b3 6 7 5 . Not B (7 atau si) yang tidak dipakai menyisakan empat urutan not:

1 b3 6 5 . Kalau disusun kembali, urutan yang dicatat Kunst ditemukan: 1 6 b3

5 (do la mu sol). Not setengah b3 (mu) yang sama bunyinya dengan #2 (ri) bisa juga ditulis sebagai #2. (Lihat “Akord 9 dan Akord F9#11”.)

Tempo yang berubah-ubah

Selain akord ke-9 ini, Kunst juga mencatat kecepatan atau tempo lagu berdasarkan jumlah nada yang dimainkan dalam satu menit. Kecepatannya adalah 60 nada per menit.

Rekaman lain menunjukkan perkembangan ciri-ciri melodi dan tempo yang berbeda-beda. Melodi mulai dengan suatu kekacauan bunyi yang samar-samar dan lembut, suatu bisikan merdu dalam nada-nada tinggi. Lagu yang dimainkan bergerak cepat, sekitar 240 nada per menit. Terdengar sesudah itu suatu gerak musikal yang sayu dan diulang-ulangi beberapa kali. Gerak ini mulai dengan tempo 148 nada per menit, meningkat menjadi 196 dan akhirnya menurun pada 148.

Lagu yang dimainkan dimulai dengan sepasang not titik dua di atasnya disusul pasangan not lain bertitik satu di atasnya. (Lihat “Notasi asli suara suling keramat”.) Supaya bisa dinyanyikan, urutan not melodi ini – dengan kedua not pertama bertitik satu di atasnya – diubah. (Lihat “Transposisi suara suling keramat”.)

Keempat nada ini dibunyikan melalui empat suling yang berbeda. Dua berukuran panjang dan dua berukuran pendek.

Sulit Dikembangkan

Suling-suling tradisional tadi, termasuk suling-suling keramat, tampaknya sulit untuk dikembangkan. Lubang yang sangat terbatas, kesulitan meniup suling keramat, hubungan suling keramat dengan kepercayaan kuno, dan keterbatasan lain menyulitkan pengembangan suling-suling itu menjadi modern.

Akan tetapi, perkiraan ini tidak dimaksudkan untuk menutup kemungkinan bagi musikus Papua atau dari mana saja yang berminat untuk mengembangkannya. Daya kreatif bisa mengubah kesulitan menjadi kemudahan penciptaan kembali alat musik lama.

Yang menurut bayangan saya bisa dikembangkan adalah melodi empat nada yang dihasilkan empat suling keramat tadi dan perubahan melodi, suasana, dan temponya. Dengan membayangkan keempat urutan nada ini sebagai suatu motif melodi, seorang musikus yang kaya imajinasi musikal dan ilmu musik Barat serta berbagai tekniknya bisa menciptakan suatu karya musikal modern yang masih berciri Papua.

Kemungkinan Pengembangan

Suatu perbandingan bisa dibuat dengan suling modern sembilan lubang. Sejak diperkenalkan pertama kali di Nieuw Guinea barangkali oleh orang Kristen Maluku sekitar awal abad ke-20, suling ini hanya bisa menghasilkan not-not diatonik, not-not tanpa setengahnada di luar mi-fa dan si-do, seperti ri, fis, sel, dan sa atau kebalikannya. Kalau Anda bisa memainkan suling modern ini, Anda membunyikan setiap not ini secara berurutan dengan menggeser bagian dalam jarimu untuk setiap not sementara menutup yang lain juga dengan bagian dalam jarimu.

Dengan membutuhkan sedikiit imajinasi, Anda bisa bertanya pada dirimu apa jadinya seandainya Anda membuka jarimu separuh saja? Anda pasti menghasilkan setengahnada yang tidak ada itu – ri, fis, sel, dan sa – pada setiap delapan lubang suling buluh modern! Silahkan mencobanya.

Anda bahkan bisa melakukan modulasi atau perpindahan kunci! Kalau suling disetem pada nada C (do=c), misalnya, dan suling itu bisa menghasilkan lebih dari 8 nada secara bertangga, seperti 11 nada, maka Anda pasti bisa pindah kunci dari C ke kunci lain, seperti G. Tapi lagu yang Anda mainkan pada kunci yang baru itu bisa saja terbatas pada satu oktaf. Silahkan coba.

Dengan memakai imajinasi musikal yang tidak rumit, Anda bisa mengembangkan suling buluh modern. Anda memperluas warna suaranya melalui penambahan setengahnada dan jangkauan melodiknya melalui perpindahan kunci.

Dari percobaan ini, Anda mengerti bahwa imajinasi musikal, daya cipta musikal, mampu mengubah apa yang sulit dan bahkan dipandang mustahil menjadi nyata. Realitas musikal bukan tembok kaku yang tidak bisa didobrak melalui kreativitas. Realitas ini seperti dunia “karet” dengan berbagai macam kelenturan kreatif dalam dimensi yang berbeda-beda.

Tidak ada komentar: