21 Juli 2008

14. Musik Suku Biak-Numfor (2)

Jadi, apa itu Koreri dan bagaimana hubungannya dengan nyanyian tradisional suku Biak-Numfor yang berisi penantian kembalinya Manseren Koreri dan dunia baru yang dibawanya bagi suku Biak-Numfor dan orang Papua lainnya? Dr. F.C. Kamma (1906-1987) adalah pakar yang tepat untuk menjawab pertanyaan ini. Pengetahuannya tentang topik ini mendalam.

Koreri, Manseren Koreri, dan Gerakan-Gerakan Koreri

Dr. F. C. Kamma bukan saja seorang misionaris Protestan dari Gereja Hervormd Belanda yang bekerja di Nieuw Guinea. Dia adalah juga seorang ahli sosiologi dan ahli antropologi-budaya tamatan Universitas Leiden, Belanda. Selain itu, dia seorang ahli sejarah gereja.

Sebagai utusan Gereja Hervormd Belanda, dia dan isterinya bekerja di pantai utara Nieuw Guinea, khususnya di Genyem, Sorong, dan Hollandia - kini Jayapura. Mereka berdua tinggal juga di antara orang-orang Biak di daerah emigrasinya di Kepulauan Raja Ampat.

Konsep tentang Koreri dipahami Kamma melalui penelitian ilmiahnya yang mendalam tentang suatu mitos keramat orang Biak-Numfor. Itulah mitos tentang Manseren Koreri, tentang Tuhan Negara Bahagia. Kamma melakukan penelitian tentang mitos ini selama sepuluh tahun (antara 1932 dan 1942) ketika dia dan isterinya tinggal dan bekerja di antara imigran-imigran Biak di Raja Ampat. Dia bahkan menyaksikan tiga gerakan Koreri, yaitu gerakan di antara orang Biak yang percaya dan menantikan kembalinya semacam Ratu Adil mereka yang sebelumnya meninggalkan mereka dengan segala rahasia hidup dan kehidupan ala kondisi sorgawi. Dia akan kembali dengan menyingkapkan rahasia itu kepada mereka. Hasil penelitiannya menjadi suatu disertasi untuk mendapat gelar doktor dalam bidang kesusastraan dan filsafat pada Universitas Leiden tahun 1954: De Messiaanse Koreri-bewegingen in het Biaks-Numfoorse cultuur-gebied. Kamma lalu merevisi disertasi yang dinilai istimewa ini dan yang kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1972.

Suatu gerakan Koreri, demikian Kamma, baru dipahami kalau ia diteliti berdasarkan lingkungan budaya setempat. Tujuan penelitian Kamma adalah untuk memperjelas latar belakang gerakan Koreri, yaitu manusia dalam totalitasnya. Manusia dalam totalitasnya diungkapkan oleh kebudayaannya. Dengan demikian, inti masalah yang dibahas Kamma adalah semua segi kehidupan manusia yang dipermasalahkan.

Kamma menempatkan mitos tentang Tuhan Negara Bahagia suku Biak-Numfor dalam agama sebagai "wadah" agama. Menurut dia, suatu mitos adalah suatu "keyakinan" religius yang diungkapkan dalam bentuk drama dan lambang dan dibatasi oleh tradisi yang memantapkan dan menyertai masyarakat tradisional. Sebagai keyakinan religius, mitos mengandaikan adanya realitas adi alami (supernatural).

Apakah itu "keyakinan religius"? Itulah kepercayaan masyarakat Biak-Numfor akan adanya realitas ideal yang bertentangan dengan realitas faktual. Realitas faktual yang tidak disukai mendorong mereka merindukan dan mencoba mewujudkan realitas ideal.

Rasa tidak aman yang sangat tinggi dalam keberadaan faktual orang Biak-Numfor mendorong mereka mendambakan realitas ideal, tempat ada kebebasan dari kondisi hidup sehari-hari. Kenyataan faktual berisi banyak krisis hidup seperti penyakit dan kematian, tanah yang tidak subur, perang-perang pengayauan yang berdarah, wabah yang sewaktu-waktu mengorbankan ribuan orang, kuasa-kuasa gaib yang menimbulkan rasa takut, panen yang gagal karena serangan hama, cuaca yang buruk, ancaman perang dari satu klen terhadap klen yang lain, praktek sihir hitam, dan lain-lain. Eksistensi faktual yang tidak dicita-citakan penduduk Biak-Numfor ini menimbulkan reaksi negatif mereka; mereka tidak menyukainya dan, karena itu, ingin bebas dari kenyataan ini. Akan tetapi, keterbatasan pengetahuan dan kekuasaan lain dari kecendekiaan penduduk tidak memberi mereka kemungkinan yang lebih baik dalam dunia faktualnya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Pilihan yang mereka buat adalah dengan mencoba menerobos ke dalam realitas mitis, dunia ideal yang mereka yakini ada.

Eksistensi ideal ini berisi akhir dari rasa tidak aman mereka. Apa isinya? Kesuburan tanah, panen yang berlimpah-limpah, hidup yang sehat-walafiat, cuaca yang baik, perdamaian dan rasa damai, kebaikan, hidup yang kekal, dan hal-hal lain yang baik dan indah. Untuk mencapai kenyataan ideal ini, suku Biak-Numfor berusaha mewujudkan Koreri, semacam Negara Bahagia, dengan mencoba mentransendensi realitas faktual itu supaya realitas ideal bisa diwujudkan. Kenyataan ideal itu berada dalam pahlawan mitis mereka, Manseren Koreri, Tuhan Negara Bahagia.

Siapakah dia? Dia seorang leluhur tradisional atau leluhur yang sungguh ada dari suku Biak-Numfor. Leluhur ini mengejawantahkan (embody) banyak pahlawan mitis suku Papua ini. Dengan kata lain, dia adalah "konsentrasi dari banyak pahlawan mitis dari seluruh mitologi Biak." (Secara sederhana, mitologi berarti mitos-mitos kuno pada umumnya; mitos-mitos kuno suatu kebudayaan, masyarakat, dan lain-lain, khusus.) Dia seorang perantara atau penengah (mediator) antara Koreri sebagai realitas ideal dan kehidupan sehari-hari yang tidak disukai sebagai realitas faktual karena dia memiliki ikatan multak dengan Koreri.

Lalu, apa itu "gerakan Koreri"? Suatu gerakan Koreri, jawab Kamma, adalah suatu pemusatan kelompok kecil atau besar dari orang-orang yang percaya pada kembalinya Tuhan Negara Bahagia dan kondisi bahagia mirip sorga yang dibawanya dan dikenal dengan konsep Koreri. Mereka berkumpul untuk menantikan kembalinya sang pahlawan mitis dan dunia baru yang akan disingkapkannya. Untuk menyambut sang pahlawan dan kondisi baru yang menyusul, para penganut Koreri melakukan persiapan dengan menari beberapa malam berturut-turut pada pusat-pusat pertemuan tertentu. Suatu gerakan seperti itu dimulai oleh anggota-anggota suatu klen; tapi begitu menjadi terkenal, anggota-anggota klen lain dan bahkan komunitas masyarakat lain ikut bergabung.

Suatu gerakan Koreri timbul karena tampilnya seorang pelopor, pendahulu, perintis, atau semacam bentara yang disebut konoor. Dia memberi kesaksian bahwa dia memperoleh suatu penampakan Manseren Koreri melalui suatu penglihatan atau mimpi. Sang pahlawan mitis itu mengatakan padanya dia akan datang kembali. Kedatangannya kembali akan mencanangkan Koreri, suatu kondisi mirip sorga yang di dalamnya orang mati akan hidup kembali dan mereka yang masih hidup akan memasuki suatu kondisi keselamatan hidup yang utuh karena mereka akan mengalami perubahan hakekat hidup. "Satu masa kelimpahan akan tiba; 'harta' dan pangan menjadi milik setiap orang."

Untuk mempersiapkan dan mempercepat kedatangan kembali Tuhan Negara Bahagia, para penganut kepercayaan akan Koreri harus memberi perhatian pada seruan konoor. Mereka harus berkumpul pada suatu tempat yang diberitahukan perintis kedatangan kembali Tuhan Negara Bahagia. Mereka harus memberi upeti yang diinginkan pada bentara itu. Selain itu, mereka dilarang melakukan tindakan-tindakan yang dahulu mengakibatkan Manseren Koreri marah dan meninggalkan mereka, membawa serta semua rahasia hidup dan kehidupan yang mereka rindukan selama berabad-abad dan menyingkapkannya pada bangsa-bangsa Barat. Apa pantangan yang harus mereka pegang teguh itu? Mereka tidak boleh memelihara babi atau memakan dagingnya, tidak boleh menanam tanaman labu dan memetik serta memakan buah labu, dan mereka harus menunjukkan kepercayaannya pada sang Tuhan dengan menari selama beberapa malam berturut-turut.

Kepercayaan suku Biak-Numfor tadi diperkirakan sudah ada jauh sebelum kontak mereka dengan orang Barat. Publikasi paling pertama orang Barat tentang tokoh Manseren Koreri muncul Januari 1854. Tulisan-tulisan masa awal lain tentang tokoh mitis ini dan gerakan-gerakan penantiannya dari orang Barat lain muncul tahun 1855, 1857, dan 1862. Dalam disertasinya, Kamma menulis tentang kepercayaan akan Tuhan Negara Bahagia dan gerakan-gerakan yang ditimbulkannya di antara suku Biak-Numfor dan suku-suku lain di Teluk Geelvink - Teluk Dore, Teluk Wondama, Dusner, Windesi, Roon, Yapen, dan Kurudu - antara 1855 dan 1928. Gejala sosiologis ini dan gagasan eskatologis yang mendasarinya pun muncul di antara para imigran Biak di Kepulauan Raja Ampat, yaitu, di Kepulauan Ayau (1931, 1933, dan 1941); Amberdorpen di pulau Waigeo (1932); Batanta (1934); Pam (1936); dan Yefbo (1947). Kepercayaan ini dan gerakan-gerakannya muncul lagi di Biak, Numfor, dan Yapen antara 1938 dan 1943.

Salah satu pusat penting gerakan Koreri di Biak selama pendudukan Jepang atas Niew Guinea adalah Manswam di Biak Selatan. Para pendukung Koreri yang menginginkan bukan lagi Koreri melainkan kemerdekaan dari pendudukan Jepang mengadakan perlawanan bersenjata melawan tentara Jepang pada tanggal 10 Oktober 1943. Tentara Jepang menyerbu para pengikut Koreri dari darat dan dari laut melalui kapal perang. Tentara Koreri yang dipersenjatai parang dan tombak bertempur satu lawan satu melawan tentara Jepang yang memakai senapan dan sangkur. Banyak korban yang jatuh pada kedua belah pihak tapi akhirnya tentara Koreri mundur ke perbukitan sambil membawa serta dan mengibarkan bendera Koreri. Diperkirakan antara 600 dan 2.000 tentara Koreri dari Biak tewas dalam pertempuran di pantai Manswam. Pemimpin tentara Koreri, yaitu, ketiga bersaudara Yan Ronsumbre, Zadrach Ronsumbre, dan Kaleb Ronsumbre, ditangkap tentara Jepang dan dipancung kepalanya di Korido, Biak.

Mempermudah Pemahaman Anda

Sesudah memahami segi-segi relevan tertentu dari konsep tentang Koreri, kepercayaan penduduk Biak-Numfor dan suku-suku lain di Nieuw Guinea akan adanya Ratul Adil, dan gerakan-gerakan Koreri yang menurut berbagai sumber tertulis diketahui muncul antara 1854 dan 1943, Anda kini akan lebih mudah memahami berbagai nyanyian dan tarian untuk menyambut kedatangan kembali Tuhan Negara Bahagia dan negara bahagia yang akan diwujudkannya bagi suku Biak-Numfor dan suku-suku Papua lainnya. Topik ini akan dibicarakan dalam bab berikut.

Tidak ada komentar: